TUGAS SOFTSKILL ETIKA BISNIS
Model Etika
dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi Etika
Manajerial
KELOMPOK 1
Agus
Prasetio (10214503)
Aridha
Istyana H (11214553)
Asri
Agustin (11214746)
Jeffry
(15214614)
Yekti
Djatining Tyas (1C214377)
Kelas 3EA01
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
Model
Etika Dalam Bisnis
Carroll
dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga
tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan
etika dalam bisnisnya.
1.1 Immoral
Manajemen
Immoral manajemen merupakan
tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika
bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak
mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal
organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku
bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan
dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2.1 Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam
manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer
dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika
atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu:
a.
Manajer
yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional
amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka,
bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau
tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka
akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah
memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat
baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis
mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini
biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum
sebagai pedoman dalam beraktivitas.
b.
Tipe
manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya
memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara
sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe
ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi
kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar
dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu
menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan
dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut: Bisnis adalah suatu
bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi.
Bisnis diperlakukan seperti permainan (game)
yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada
umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (social responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (social responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu
justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau
ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang
“wajar” menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun
ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini
membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
3.1
Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau
moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen,
nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari
segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe
ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa
meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya.
Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan
keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara
legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti
keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi
mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga
aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang
disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan
menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rules)
sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
4.1 Agama,
filosofi, budaya, dan hukum etika bisnis/etika manajerial
4.2
Agama
Bermula dari buku Max Weber “The Protestant Ethic and Spirit of
Capitalism” menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara
ajaran agama dan etika kerja, atau antara penerapan ajaran agama dengan
pembangunan ekonomi. Etika sebagai ajaran baik-buruk, salah-benar, atau ajaran
tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber
terutama dari ajaran agama. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai
etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap
agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para
penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan
kehidupan moral yang baik pula.
4.3 Filosofi
Salah satu sumber nilai-nilai etika
yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusia adalah
ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran
yang diwariskan atau yang sudah
diajarkan dan berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat
kompleks yang menjadi
tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para filsuf-filsuf saat
ini. Ajaran ini terus berkembang dari tahun ke tahun.
Di Negara barat, ajaran filosofi yang
paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno pada abad ke-7 diantaranya Socrates
(470 SM-399 SM). Socrates percaya bahwa
manusia ada untuk suatu tujuan,
dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan
hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Socrates
percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada
dasarnya adalah jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah
pengarahan yang membebani kondisi seseorang.
4.4 Budaya
Referensi
penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman
dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang
bersumber dari berbagai negara. Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan
nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas
tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok
atau suatu komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan
norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu
disepakati atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan.
4.5 Hukum
Hukum adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh
pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Hukum menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam
komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong pada perbaikan masalah-masalah
yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas.
Pada umumnya para pebisnis akan
lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika mereka dalam
melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang sebagai suatu perangkat yang
memiliki bentuk hukuman yang paling jelas dibandingkan sumber-sumber etika yang
lain yang cenderung lebih pada hukuman yang bersifat abstrak seperti mendapat
malu, dosa dan lain-lain.
5.1
Leadership
Kepemimpinan atau
leadership dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang-orang lain agar bekerjasama sesuai dengan rencana demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada juga penjelasan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan pada sasaran yang sama, melampaui
syarat. Namun, yang paling hakiki dari leadership adalah leader yang driven dan
passionate. Driven dalam artian berorientasi hasil dan mampu meyakinkan orang.
Passionate dalam artian mampu menggerakkan orang-orang sehingga mereka mampu
mencapai tujuan mereka.
Satu hal penting dalam
penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership.
Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh
seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin
haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya,
dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang
pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan
yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis
memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin
sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong
karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas
karyawan teraktualisasi.
Seseorang
yang belum mampu melakukan hal seperti diatas, dengan meninggalkan aspek
otoriter maka mereka masih dikategorikan sebagai manajer.
Menurut
Dr. Roeslan Abdulgani: Seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dalam 3 hal
dari orang-orang yang dipimpinnya:
1. Kelebihan
dalam bidang ratio: Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang tujuan dan asas
organisasi yang dipimpinnya. Memiliki pengetahuan tentang cara-cara untuk
menjalankan organisasi secara efisien. Dan, dapat memberikan keyakinan kepada
orang-orang yang dipimpin ke arah berhasilnya tujuan.
2. Kelebihan
dalam bidang rohaniah: Pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang memancarkan
keluhuran budi, ketinggian moral, dan kesederhanaan watak.
3. Kelebihan
dalam bidang lahiriah/jasmaniah: Dengan kelebihan ketahanan jasmaniah ini
seorang pemimpin akan mampu memberikan contoh semangat dan prestasi kerja
sehari-hari yang baik kepada orang-orang yang dipimpin. Namun, terpenting,
pemimpin tahu apa itu nilai-nilai kepemimpinan.
Kepemimpinan
yang beretika menggabungkan antara pengambilan keputusan yang beretika dan
perilaku yang beretika. Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin adalah
membuat keputusan yang beretika dan berperilaku yang beretika pula. Ada
beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin yang beretika yaitu :
a. Seorang
pemimpin berperilaku sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuannya dan
organisasi.
b. Seorang
pemimpin berlaku sedemikian rupa sehingga secara pribadi, dia merasa bangga
akan perilakunya.
c. Seorang
pemimpin berperilaku dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan yang
diambilnya dan dirinya sendiri.
d. Seorang
pemimpin berperilaku dengan teguh. Ini berarti berperilaku secara etika
sepanjang waktu, bukan hanya bila dia merasa nyaman untuk melakukannya.
e. Seorang
pemimpin etika, menurut Blanchard dan peale, memiliki ketangguhan untuk tetap
pada tujuan dan mencapai apa yang dicita-citakannya.
f.
Seorang pemimpin berperilaku secara
konsisten dengan apa yang benar-benar penting. Dengan kata lain dia tetap
menjaga perspektif.
6.1
Strategi dan Performa Bisnis
Etika bisnis dalam
perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai
kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan
yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik,
sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal
serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Pendekatan
secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan
eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Fungsi yang penting dari
sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat
persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari
sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika.
Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan
target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena
keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan
seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan
cara yang jujur.
7.1 Karakter Individu
Faktor yang mempengaruhi
etika manajerial salah satunya adalah karakter individu. Secara umum,
prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa
dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat
erat kaitannya dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat.Karakteristik individu merupakan suatu proses
psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta
menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan
faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku
individu. Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran
banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut.
Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada
tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya.
Semua
kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang
diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya
dalam bentuk perilaku.
Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah
pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut
dalam keluarganya. Yang kedua, perilaku
ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya.
Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya
ditempat kerja. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar
tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh
perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan
yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Semua
faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu
tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
8.1 Budaya Organisasi
Menurut
Kotler (1997), budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi yang
mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh
jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian,
berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor
Menurut Mangkunegara (2005),
budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai
dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah
laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal.
Budaya
organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola
tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan
akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan
formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang
berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut sehingga dipercayai sebagai
suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang
tidak pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu
terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk
melayani para stakeholder nya.
Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat
terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa
dijadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah
bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu
mengucapkan salam sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini
juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
Budaya organisasi juga berkaitan dengan
bagaimana karyawan memahami
karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan
menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap
deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja
yang lebih bersifat evaluatif.
CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS
Selasa 10 Juni 2014, 19:19 WIB
Jakarta
- Sekitar 50 calon jemaah haji yang mewakili 300 rekan mereka menduduki biro
travel Koperasi Simpan Pinjam Multi Niaga (KSP MN) gara-gara tak kunjung
diberangkatkan haji tahun ini. Padahal Ongkos Naik Haji (ONH) sudah dibayarkan
sejak 2011. Namun, pemilik KSP MN Mubyl Handaling mengaku tak menerima uang
itu. Waduh!
Oleh para calon jamaah haji, kasus ini sudah dilaporkan ke Mabes Polri. Menurut pengacara Mubyl Handaling, Irlan Superi, Polri sduah menetapkan satu tersangka, yakni direktur operasional RS. Sedangkan kliennya, Mubyl, hingga kini berstatus saksi.
"Hingga kini dalam proses hukumnya, Mubyl hanya menjadi saksi bukan tersangka. Lantaran tidak ada bukti aliran dana itu masuk ke Mubyl," kata Irlan usai menemui puluhan calon jemaah haji yang mengamuk di kantor KSP MN yang berada di kawasan niaga Kompleks Ruko Matraman, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Selasa (10/6/2014).
Posisi kliennya di KSP MN adalah komisaris utama, dan tidak tahu menahu tentang jemaah haji yang telantar. Irlan beralasan, operasional KSP MN sehari-hari dijalankan oleh RS.
"RS sendiri saat ini masih dalam pengejaran petugas. Klien saya juga sudah meminta RS untuk bertangung jawab," imbuhnya.
Ia mengatakan kliennya turut prihatin nasib calon jemaah haji yang terlantar. Jikapun mereka meminta uang dikembalikan, ia berharap jemaah bersabar.
"Pada dasarnya klien saya iba dengan calon jemaah haji, tapi tidak punya kemampuan untuk menjalankan kewajibannya. Sekarang ini dia sedang tidak memiliki dananya," ungkapnya.
Caleg Gagal
Koordinator calon jemaah haji, John Samsir, menduga uang dari ratusan calon jemaah haji ini digunakan Mubyl untuk kampanye Pileg 2014.
"Pemilik ini caleg gagal, kita baru tahu begitu 2 Februari 2014, spanduk dia banyak bertebaran. Kita menduga uang itu digunakan untuk dia kampanye," kata John.
John mengungkapkan modus yang digunakan Mubyl dengan janji bisa mempercepat naik haji dengan harga lebih murah. Hal ini dipercaya jemaah lantaran Mubyl dianggap memiliki kenalan.
"Ngakunya ada kenalan di Kemenag sehingga kami pun percaya. Setelah diusut ternyata perusahaan ini menggunakan stempel Kementerian Agama palsu," ungkap dia.
Namun tuduhan John dimentahkan oleh pengacara Mubyl, Irlan. "Tidak ada bukti aliran dana itu masuk ke Mubyl," kata Irlan.
Oleh para calon jamaah haji, kasus ini sudah dilaporkan ke Mabes Polri. Menurut pengacara Mubyl Handaling, Irlan Superi, Polri sduah menetapkan satu tersangka, yakni direktur operasional RS. Sedangkan kliennya, Mubyl, hingga kini berstatus saksi.
"Hingga kini dalam proses hukumnya, Mubyl hanya menjadi saksi bukan tersangka. Lantaran tidak ada bukti aliran dana itu masuk ke Mubyl," kata Irlan usai menemui puluhan calon jemaah haji yang mengamuk di kantor KSP MN yang berada di kawasan niaga Kompleks Ruko Matraman, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Selasa (10/6/2014).
Posisi kliennya di KSP MN adalah komisaris utama, dan tidak tahu menahu tentang jemaah haji yang telantar. Irlan beralasan, operasional KSP MN sehari-hari dijalankan oleh RS.
"RS sendiri saat ini masih dalam pengejaran petugas. Klien saya juga sudah meminta RS untuk bertangung jawab," imbuhnya.
Ia mengatakan kliennya turut prihatin nasib calon jemaah haji yang terlantar. Jikapun mereka meminta uang dikembalikan, ia berharap jemaah bersabar.
"Pada dasarnya klien saya iba dengan calon jemaah haji, tapi tidak punya kemampuan untuk menjalankan kewajibannya. Sekarang ini dia sedang tidak memiliki dananya," ungkapnya.
Caleg Gagal
Koordinator calon jemaah haji, John Samsir, menduga uang dari ratusan calon jemaah haji ini digunakan Mubyl untuk kampanye Pileg 2014.
"Pemilik ini caleg gagal, kita baru tahu begitu 2 Februari 2014, spanduk dia banyak bertebaran. Kita menduga uang itu digunakan untuk dia kampanye," kata John.
John mengungkapkan modus yang digunakan Mubyl dengan janji bisa mempercepat naik haji dengan harga lebih murah. Hal ini dipercaya jemaah lantaran Mubyl dianggap memiliki kenalan.
"Ngakunya ada kenalan di Kemenag sehingga kami pun percaya. Setelah diusut ternyata perusahaan ini menggunakan stempel Kementerian Agama palsu," ungkap dia.
Namun tuduhan John dimentahkan oleh pengacara Mubyl, Irlan. "Tidak ada bukti aliran dana itu masuk ke Mubyl," kata Irlan.
ANALISIS
KASUS
Travel haji dan umroh di Indonesia sudah sangat banyak
dan cenderung mudah ditemukan, dari yang murah sampai yang mahal. Mudahnya
membuat biro haji dan umroh di Indonesia serta mayoritas agama di Indonesia
Islam membuat banyaknya oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan ini untuk
melakukan praktek-prakter kecurangan. Seperti dalam kasus ini, pemilik biro
haji dan umroh ini tidak bisa menepati janjinya untuk memberangkatkan haji para
calon haji yang sudah mendaftar dan membayar untuk bisa pergi haji ke Arab
Saudi. Pemilik biro haji ini terus mengalihkan ketika ditagih janjinya untuk
menaikkan haji para kliennya ini.
Dalam kasus ini terdapat prinsip-prinsip yang
dilanggar didalamnya seperti:
1. Pelanggaran
prinsip kejujuran: dalam kasus ini prinsip kejujuran telah dilanggar karena
pemilik biro haji tersebut tidak menepati janjinya untuk memberangkat haji para
nasabahnya sesuai dengan tanggal perjanjian dan cenderung menghindar saat
ditagih dan dimintai klarifikasi dan juga cenderung seperti menutupi kesalahan akibat
menggunakan uang dari nasabahnya tersebut.
2. Pelanggaran
prinsip Keadilan: Keadilan disini adalah sama-sama menerima keuntungan dan
tidak ada yang dirugikan. Para calon haji membayar dan mengikuti persyaratan
dari biro haji untuk dapat diberangkatkan haji begitu pula pemilik biro haji
juga harus dapat memberikan jasanya untuk memberangkan haji paran calon
kliennya.
3. Pelanggaran
Prinsip integritas Moral: dalam kasus ini nama perusahaan yang sudah susah
payah dibangun, harus dirusak dalam waktu sekejap akibat ulah dari orang yang
ada di dalam biro haji tersebut yang terindikasi kecurangan memakai uang para
nasabahnya untuk kampanye pemilihan Caleg.
Kasus seperti penipuan biro haji ini seharusnya tidak
boleh terulang kembali karena, orang yang ingin naik haji memerlukan uang yang
tidak sedikit dan tidak jarang mereka sudah menabungnya selama bertahun-tahun
bahkan sampai puluhan tahun.
Saran
untuk Penyelesaian Kasus
Untuk kedepannya agar pemerintah lebih memperketat
syarat-syarat pendirian suatu biro haji dan umroh agar meminimalisir kecurangan
yang dilakukan oleh para pemilik maupun para pekerja didalamnya. Selain itu untuk
para calon haji yang hendak mendaftar alangkah baiknya agar selalu mencari
tempat-tempat biro haji dan umroh yang sudah terakreditasi baik dan carilah
tempat biro haji dan umroh yang memberikan harga normal dan jangan tergiur
dengan harga murah yang tidak wajar. Dan untuk para pelaku kecurangan dan
penipuan dalam bisnis biro haji dan umroh seperti ini sudah seharusnya
diberikan hukuman dan sanksi yang lebih tegas agar kedepannya tidak ada kasus
seperti ini lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Silahkan di klik Anak HITS 2018 biar kami ga ketinggalan zaman di tahun yang trend ini
BalasHapus